SEMARANG – PT Jamkrida Jateng merupakan perusahaan penjaminan yang baru dibentuk pada 2015. Dengan skala prioritas membantu menjamin kredit UMKM, di tahun ketiga ini Jamkrida ingin penannya lebih optimaldan naik kelas menjadi perusahaan berskala nasional. Berikut petikan wawancara Bisnis dengan Direktur Utama Jamkrida Jateng M. Nazir Siregar.
Sejauh ini bagaimana kinerja Jamkrida Jateng?
Over all kami bisa memberi kontribusi keuntungan untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah ke pemprov sebagai pemegang saham mayoritas 99% lebih. Angkanya akan dipublikasikan akhir bulan setelah RUPS. Sejak awal lahir, Jamkrida prioritas membantu UMKM. Jumlah UMKM yang sudah difasilitasi untuk akses ke lembaga keuangan sekitar 29.000 unit per Maret. Sasaran sampai akhir tahun bisa 35.000-40.000 UMKM khusus yang produktif karena secara bisnis ada kegiatan lain yang diperbolehkan OJK.
Berapa plafon nilai kredit yang dijamin?
Kalau untuk UMKM ada yang sampai Rp1-2 miliar dari lembaga keuangan. Ada lagi dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) di bawah Kementerian Koperasi yang pinjamannya besar-besar. Biasanya sudah ada perjanjian dengan LPDB bahwa ada lembaga keuangan yang kami bawa atau koperasi yang kami ajukan; ada yang pinjam Rp20 miliar, Rp60 miliar misalnya oleh BPR, bahkan ada yang mau pinjam Rp300 miliar nanti kami bantu akses dan Jamkrida yang jamin di usaha produktifnya.
Kami berencana juga kerja sama dengan BUMDes, bahkan sudah MoU dan ada dua BUMDes yakni Umbul Ponggok di Klaten dan di Ungaran Kabupaten Semarang yang kami ajak ke Kementerian. BUMDes boleh membentuk PT dan membuka koperasi simpan pinjam. Nah peran kami membantu BUMDes mendapat akses pembiayaan dari lembaga keuangan. Jadi nilai penjaminan dilihat dari peran UMKM atau koperasi atau BUMDes juga di masyarakat.
Berapa total nilai penjaminan saat ini?
Sampai 1 Maret hampir Rp1,2 triliun total penjaminan dan kami sudah ajukan tambahan modal Rp50 miliar lagi dari pemprov. Modal awal Rp100 miliar. Penambahan modal itu supaya perusahaan maju dan di Perda sudah ditetapkan total modal untuk 2014-2018 senilai Rp200 miliar. Makanya dengan penambahan Rp50 miliar nanti menjadi Rp150 miliar dan tinggal melakukan penambahan ke depan untuk sisanya. Semakin besar modal maka kapasitas untuk menampung risiko juga semakin besar.
Dengan penambahan modal, kami izin ke pemprov untuk ke skala nasional, karena di OJK diperkenankan di atas modal Rp100 miliar boleh skala nasional, walaupun untuk UMKM tetap fokus Jawa Tengah.
Ada catatan, berdasarkan laporan keuangan yang dikeluarkan Bank Indonesia 2016, bahwa total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah mencapai Rp156 triliun. Kami masih di bawah 1%. Harapannya sampai akhir tahun total penjaminan bisa sampai Rp3 triliun dan memang sekarang ini kami sudah membuka kantor pemasaran di Banyumas, Pekalongan, Magelang, Solo, dan Pati untuk jangkauan itu.
Kami memanfaatkan juga aset pemprov di daerah untuk disewa sebagai kantor. Sinergi antar BUMD di Jawa Tengah juga terus dipantau agar jadi bisa mendorong PAD. Kami juga sowan ke pemerintah kabupaten/kota untuk penyertaan modal, selain dari provinsi kami diperkenankan mencari modal kabupaten/kota. Yang sudah bergabung Temanggung dan Grobogan untuk memperkuat membantu UMKM. Kalau Bank Jateng semua kabupaten/kota sudah ikut, harapannya Jamkrida juga.
Bagaimana pola mencari nasabah?
Ada dua metode untuk melakukan penjaminan. Pertama kerja sama dengan lembaga keuangan, sepanjang dari yang disepakati boleh mencari nasabah UMKM secara otomatis kita jamin karena ada screening awal lebih bagus. Kedua, langsung mencari nasabah. Katakanlah UMKM binaan dari pemprov, kami minta izin dan data ke dinas-dinas lalu follow up, kalau memang feasible dan belum bankable akan dibawa ke lembaga keuangan yang sudah bekerja sama misalnya Bank Jateng atau BPR BKK (Bank Prekreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan).
Untuk BPR yang mau diajak kerjasama ada kriterianya karena kami juga diawasi OJK, jadi ada skala NPL 5% ke bawah masih okay, dengan penjaminan katakanlah 70% dari outstanding kredit, di atas itu kami nego karena risikonya tinggi supaya mitigasinya juga baik.
Total saat ini ada 66 lembaga keuangan termasuk koperasi, Bank Daerah Pasar, BPR/BKK, dan juga BKK.
Bagaimana mengetahui kesehatan usaha calon nasabah?
Yang paling susah sekarang yang tidak bankable justru yang disasar. Kalau untuk screening ada tim, kami riset kalau di awal ada kesepakatan dengan lembaga keuangan maka otomatis ter-cover, kami langsung terima risiko, kecuali dengan nilai yang besar akan survei dulu misalnya pinjam Rp500 juta, apakah usaha benar, tingkat kepercayaan Jamkrida berapa persen, jadi kami menganalisa seperti perbankan. Kalau sesuai ya disetujui, kalau UMKM gagal bayar kami yang akan talangi ke bank.
Kalau kredit macet sampai sejauh ini masih cukup bagus, walaupun ada beberapa klaim, tetapi itu risiko bisnis, meski ada beberapa yang sudah mengembalikan subrogasinya, karena ada yang kami bayar dulu tetapi agunan belum tahu kapan dilelang. Ada beberapa yang kembali ada yang belum. Itu risikonya.
Mitigasi risiko tetap ada, sikap kehati-hatian menjadi skala prioritas. Jamkrida itu ada dua fungsi, sosial dan bisnis. Kami mencari usaha bisnis lain untuk bisa mensubsidi. Di kegiatan usaha ada penjaminan produktif, penjaminan proyek, penjaminan penawaran pelaksanaan atau surety bond itu boleh karena bisa memberikan kontribusi keuntungan.
Kalau ada kekurangan agunan kami yang jamin, kalau ada UMKM yang layak usaha artinya usahanya sebagai agunan, Jamkrida jamin juga, seperti pedagang bakso, penjual keliling malam hari juga dijaminkan ke Jamkrida.
Secara kelembagaan apa yang disiapkan?
Dari SDM kami menata, untuk sistem boleh dikatakan Jamkrida pertama dengan online. Kesepakatan bisa online semua, ada data, tagihan, sertifikat sebagai bukti bisa dicetak sendiri dan ada password. Kami akan sempurnakan sistem supaya bisa menjangkau banyak hal, otorisasi di pusat, hal lain bisa lebih mudah.
Kami juga penjajakan dengan Eximbank untuk penjaminan UMKM di Tumang, Boyolali. Ada pendekatan juga ke Perum Perindo untuk membantu nelayan di Rembang untuk menjamin cold storage. Kami mencoba menjajaki dengan siapa saja yang bisa kerja sama.
Sumber : Bisnis Indonesia. Kamis, 27 April 2017